Saturday, August 20, 2016

Suck People #1

Life is suck, I would say...

Ok, banyak yang lebih menderita dan lebih nggak beruntung dari gue. I knew it. But still, I feel my life is suck. Let me start from where it's begin....

It was 2010 and I was 16 when I lost my one and only dad. Well, kita nggak begitu deket, tapi pas doi meninggal it hit me right in the feels. Ungkapan di lirik lagu Passenger Let Her Go, "You will only miss the sun when it's start to snow" itu bener banget. He's my sun, always fight for me, ad now I'm fighting alone...

Waktu itu nyokap syok berat, she was changing. She took everything seriously. Dia selalu khawatir sama apa kata orang. Dia selalu khawatir kalau kalau dia nggak bisa ngasi makan ketiga anakanya. Nggak bisa biayain hidup ketiga anaknya. FYI, gue punya dua adik, cowo-cewe. I will talk about them latter on.
Sejak saat itu gue juga mulai berubah 180 derajat: Gue yang awalnya selalu ceria mulai menutup diri dengan alasan I didn't want they pity me. They don't need to know my tears, I have to stay strong for my mom. It was my first thoughts.
I did everything I can to help her. I never demand her anything. I did what she wanted me to do. Put her first before anything, even before my own will. I mean she is the last parent I have,
Tahun pertama, it was hard but everything is just fine. I can handle my feelings, I'm still grateful about my life. Kami nggak hidup berkekurangan, bahkan sampai sekarang, gue masih bisa makan setiap hari, masih punya rumah.

Tahun selanjutnya, gue lulus SMA. Gue kepingin kuliah arsitektur. Gue mati-matian cari beasiswa, biar nyokap nggak keberatan keluarin biaya kuliah. Akhirnya dapet, gue dapet full scholarship selama 4 tahun kuliah di salah satu Universitas Swasta di Semarang. Puji Tuhan. Tapi bukan di bidang yang gue harapkan. Bidang yang sama sekali gue nggak kenal. Tapi gue minat-minatin. Demi beasiswa, I will try to love what I do.
Pagi-siang kuliah, siang-sore bantu nyokap kerja (nyokap punya usaha pengrajin papan tulis), malem-pagi ngerjain tugas kuliah. I never complain. I need to stay strong for my family. I did everything I can do.
But expecting is my sin and regret is my punishment. Gue berharap beban nyokap agak berkurang karena nggak harus biayain gue kuliah, tapi ternyata dia tetep merasa terbebani dengan pengeluaran bulanan dan pekerjaan rumah. I decided to help her in house keeping. Pagi-siang kuliah, siang-sore bantuin nyokap kerja, sore-malem ngurus rumah, malem-subuh bikin tugas kuliah. I need to keep strong for my family. I didn't tell anyone about my struggle.
One day, nyokap ngeluh pesanan papan tulisnya sepi. I thought hard how to help her a bit, gue inget kalo temen kuliah ada yang punya toko alat tulis. Iseng-iseng gue tawarin papan tulis. Aaannndd.. it works. Toko temen gue mulai pesan papan tulis ke nyokap. And again, I expect too much. Gue berharap nyokap jadi dapet kerjaan dan nggak sedih lagi. But, lagi-lagi reaksinya mengecewakan.
Doi ngedumel lagi karena nggak ada yang bantuin dia bikin pesanan (gue lagi sibuk skripsi waktu itu). Wutt? Hello? Niat hati bantuin diem-diem biar kaya super hero... tapi ternyata usaha gue lagi-lagi tidak membuahkan hasil yang diharapkan.
I feel like a shit daughter but hell I don't care. I'm done with her attitude. Selama wakti ini (sekitar 3.5 tahun kuliah) gue merasa kalau apapun usaha yang gue lakuin buat nyokap, seolah nggak berarti. I helped her, but it seems never enough. Gue juga sakit, gue juga berkorban, tapi sikap dan tutur katanya seolah berkata bahwa ia berjuang sendirian. Gue coba sabar. Maybe she just tired (like I'm not? Me too.. but.. yeah, let it be).

Baru-baru ini gue lulus kuliah, gue langsung cari kerjaan yang kira-kira cukup untuk kebutuhan bulanan dan masih ada sisa untuk ditabung. And I got one. Perkerjaan ini mengharuskan gue untuk pulang diatas jam 6 setiap harinya . Jadi otomatis, rutinitas membantu orang tua gue sudah hilang dari muka bumi. Tapi tetep gue masih ambil bagian di pekerjaan rumah. Setelah pulang kerja, gue beberes rumah. Setelah itu baru istirahat. Sebulan pertama it was soooo fine. I got my salary and it was so delightful.

Until now, biasanya gue yang bantuin nyokap jadi adik-adik gue tinggal santai-santai aja di rumah. Sekarang gue kerja, mereka yang gantiin gue bantuin usaha nyokap setelah pulang sekolah (kasian si pasti capek, gue juga capek dulu). Ini nih jadi masalah, karena gue jarang dirumah otomatis gue bakal dapet jatah bantuin yang paling sedikit. Nah sekarang setiap hari nyokap ngomel karena nggak ada yang bantuin dengan senang hati lagi, adik-adik gue belum terbiasa bantuin jadi masih sambil ngedumel juga bantuinnya. Gue jadi dicap anak perawan paling males serumah (katanya). Note: I'm 21 now and yeah I'm still virgin.

Kembali ke laptop,
Gue selalu bangun paling siang (karena gue selalu pulang paling malem setelah kerja)
Gue nggak pernah bantuin usaha nyokap (karena gue bekerja)
Gue selalu nglakuin tugas bersih-bersih rumah terlambat (karena gue bekerja)

Ok let me revise my opening sentence. My life is not suck, people in my life are. So if you somehow know me, I'm not as though as you think, I'm not as happy as u think, but still I'm grateful of suck peoples around me.

This make me think, apa gue sebegitunya membebani keluarga ini? Apa mending gue pindah aja sekalian dari rumah, toh juga gue nggak pernah dihargai. I want to know, how much she will miss me. Or maybe she wont.

That's suck people #1
Leave a comment if you have a different point of view, as anon is okay. What makes you comfortable with. I'm looking forward for your thoughts!

0 komentar:

Post a Comment

If you have something in mind, please let me know