Tuesday, May 8, 2018

Omongan Orang

Percaya atau enggak, omongan orang yang paling nyakitin itu omongan dari orang-orang terdekat (keluarga). Pada dasarnya kita itu nggak pernah ambil pusing sama omongan orang yang kita nggak kenal, sebaliknya kita paling tersakiti sama omongan orang-orang yang kita kenal dan ketemu tiap hari.

Di komen hate di socmed itu cuman kaya kegores gertas buku, tapi kalo di komen hate sama keluarga sendiri itu sakitnya kaya ditusuk pisau yg lupa di asah. Hahahaha. Dan seringnya, keluarga sendiri malah yg bikin kita down. Ya ga sih gengs?

Jadi start dari pengalaman pribadi, dan pengalaman temen-temen yang curhat sih:

  1. Lulus SMA, masuk Universitas/Fakultas/Jurusan, terus ada yang tanya "Kamu kok masuk Universitas/Fakultas/Jurusan itu sih? Kan akreditasinya masih C, mending di Univ A lah sudah A".

    Dengan ucapan kaya gitu, tahu nggak usaha apa yg udah dilakuin biar bisa masuk Univ yg akreditasinya C? Mungkin dia udah kerja part time ini itu, cari beasiswa sana sini, demi membiayai kuliah sendiri. Nggak kaya orang lain yg bisa masuk Univ akreditasi A dengan endorse orang tua. (Endorse ya aku bilang, karena ortu nantinya bakal expect something in return pas kalian lulus)

    Bikin hati si anak down dan jadi ngiri sama temen lain yg bisa masuk Univ A dia jadi nganggep dosen2 di kampusnya nggak bagus, dia jadi parno nggak bisa dapet kerjaan bagus, etc. Kuliah jadi nggak semangat, skripsi ditunda-tunda, jadilah MA (red, Mahasisba Abadi) 7 tahun (kalau udah diancam kena DO baru berusaha lulus)

    Jangan bilang alay ya, karena untuk sebagian kecil orang (terutama tipe orang melankolis) perkataan kaya gitu bikin mereka kepikiran terus.
  2. Lulus kuliah, lamar kerja sana sini, akhirnya dapet dengan gaji 7jt/bulan senenglah dia, terus ada yang tanya "Kamu kok mau kerja di Perusahaan L gajinya ga seberapa, lembur-lembur terus. Kenalan saya kerja di Perusahaan A, sama-sama fresh graduate gajinya 30jt/bulan, dapet fasilitas mobil tunjangan ini itu."

    Sejak saat itu dia merasa perusahaannya terlalu demanding, terlalu sering lembur, terlalu pelit fasilitas, terus dia resign dan coba daftar Perusahaan A yg kata-katanya bagus tadi, ditolak. Jadilah pengangguran.
  3. Setelah beberapa saat nganggur akhirnya dapet kerjaan lagi, terus udah nggak mau pindah-pindah lagi nih trauma jadi pengangguran. Akhirnya mulai settle, mulailah kasi orang tau, dikit-dikit. Terus mulailah beli motor/mobil, ganti HP beli baju sepatu make up, terus ditanya "Bisa beli motor/mobil. barang-barang bagus udah bisa bahagiain orang tua belum? Anak saya tahun depan ngajakin pergi ke luar negeri nih, kamu harus gitu juga dong, bahagiain orang tua."

    Terus sejak itu dia merasa jadi anak durhaka yang nggak bisa balas budi. Dia pikir balas budi cuman dari ngajak jalan ke luar negeri, beliin barang-barang mewah, dan dia merasa orang tuanya selama ini tidak bahagia sampe butuh dibahagiakan anaknya. Dia jadi gila kerja, stress kerja, demi dapet uang untuk ngajak jalan/makan/beli hadiah. Sampe akhirnya dia nggak bisa menikmati hidup. Hidup untuk bekerja bukan bekerja untuk hidup.
  4. Akhirnya punya rumah sendiri, mobil sendiri, bisa pergi ke luar kota, tibalah saatnya punya pacar, baru aja beberapa bulan pacaran, karena dianggap udah terlalu tua, jadi ditanya: "Kapan nikah? Udah mapan mau tunggu apa lagi, umur juga udah cukup, langsung aja cepetan."

    Terus lamaranlah berdua, tapi karena belum bener-bener kenal satu sama lain akhirnya putus ditengah jalan karena beda perinsip, dan lain-lain.
  5. Akhirnya dapet pacar baru, pacaran beberapa lama, terus akhirnya nikah nih, terus ditanya "Orang kaya masa nikah gitu aja, masa souvenirnya begitu doang, masak acaranya kecil-kecilan doang, masak honeymoonnya sebentar doang sih?"

    Terus karena gengsi, dia ngadain pesta besar. Semua temen kolega di undang, dikasi penginapan gratis, makan gratis, tidak menerima sumbangan. Terus pergi berlibur keliling eropa 1 bulan. Sampe akhirnya separuh hartanya habis buat foya-foya. Bertahun-tahun jerih payah keringat, darah, air mata habis dalam sebulan. Nggak langsung miskin sih masih kaya banget, tapi 50% hartanya habis.
Tahu nggak, kebanyakan orang yang jelek-jelekin hasil/orang lain itu karena mereka nggak puas dengan hasilnya/dirinya dia sendiri, dan berusaha cari-cari kelemahan hasil/orang lain. Kalau dia puas dengan hasilnya sendiri, dia bakal fokus dengan gimana caranya biar hasilnya makin bagus, dan nggak bakal sempet ngomentarin hidup orang lain.

So... kamu suka nyinyir? Seringnya nyinyirin apa? Nah itulah kekuranganmu sendiri.

Misal nih, km nyinyirin kerjaan orang "Wah penghasilannya si A dikit, lebih enak kerjaannya si B penghasilannya gede". Nah brarti kamu sekarang nggak puas dengan penghasilanmu sendiri.
Terus kalau kamu pernah bilang "Alisnya si C jelek banget kotak gitu, bagus alisnya si D lah curvy." Jadi kamu lagi nggak pede dengan bentuk alismu sendiri.

Kok aku bisa bilang gitu sih? Sok tau banget.
Bukan sok tau ya, karena akupun begitu guys. Udah aku perhatiin baik-baik tiap kali aku nyinyir (yes, aku pun kadang suka nyinyir meskipun nggak di umbar di socmed sih apalagi sampe di sampein ke orang yang bersangkutan, seringnya ngedumel sendiri. Bukan nusuk dari belakang ya guys, ini namanya tahu mana yang perlu diomongin mana yang enggak. Nggak semua hal harus diomongin kali, boleh dibahas di post lain waktu) pasti karena aku nggak pede dengan karyaku sendiri. Coba deh besok kalo pas lagi nyinyir, tanya diri sendiri deh, bener apa enggak.

Kalo kamu pede dengan keadaanmu sendiri, komentarnya pasti beda deh, bukan komentar nyinyir, tapi gini nih: "Wah mantap lah penghasilan 3jt/bulan bisa dibuat nyicil motor sendiri" abis itu pasti dia lebih giat kerja biar bisa nyicil yang lain nggak cuman nyicil motor doang.
Atau "Bagus sih alis kotak, tapi alis kaya gitu bukan style gue banget, karena muka gue nggak cocok aja kalau pake alis kaya gitu." terus dia jadi semangat buat belajar bikin bentuk-bentuk alis yang lain.

Atau "Ih keren banget deh bisa nemu vendor souvenir murah, besok-besok kalau aku married tanya-tanya kamu ya!" dia jadi seneng merasa berguna buat orang lain.

See..?
Di post kali ini, aku cuman mau menghimbau sih (cieelah...) supaya temen-temen sekalian (dan saya sendiri) belajar lah buat memberi komentar positif. Paling enggak, kalau nggak bisa kasi komentar positif (karena mungkin emang kebangetan bgt hahaha) kita bisa kasi komentar yg netral, atau yg membangun, misal...

"Disyukuri aja penghasilan 1jt/bulan sambil dijalani, sambil cari-cari kerjaan lain, daripada nganggur kan? Nanti aku juga bantu cari info-info loker deh. Siapa tahu ada yang cocok."

Atau  "Lihat nih ada video tutorial alis bagus, aku lagi belajar juga, susah gilak. Mau jadi modelku? Kita belajar bareng."

Atau ya nggak usah komentar sama sekali, disimpen sendiri aja kali, kenapa sih harus komentar? Kaya bakal mati kalau nggak komentar. Senyumin aja kalo bingung mau komentar apa. Hahaha. Karena:

Bukan yang masuk ke dalam mulut yang menajiskan orang, melainkan yang keluar dari mulut -Matius 15:11

Sweet Lie VS Bitter Truth

Would you prefer a sweet lie or a bitter truth?
Would you rather live in a fake happy life or an honest not so happy life?
These questions confuse me since then.

Someone asked me to choose:
Would I rather know that my lover is cheating on me,
or I would stay innocent about that, and keeping out relationship.

For now, my answer for this question is: Know what I need to know, and don't even curious about what you don't need to know. Then the next question show up: Do I really need to know my partner is cheating or not? I might be WANT to know, but I might not be NEED to know.

This is when my ego is talking. The most important aspect in relationship is trust. If you trust your partner, you don't need to know whether he's cheating or not, because you trust him. The next question again, Do I trust my partner?

The answer is yes, I trust him. So, I don't need to know whether he's cheating on me or not. Then I'll choose to stay innocent and keep my relationship. If my partner really cheating on me, then I will live in a fake happy life.Why must ruin your life now, if you can extend your time to enjoy it.

Am I a fool?

I think most people did this, fooling him/herself. We make myself believe everything is doing fine.

Thursday, October 13, 2016

Suzy (수지) – When It’s Good (좋을땐) Song



Ok first I want to clarify, I don't want to post the song lyrics, because you can just Google it and it is everywhere. But here I want to share what I feel about this song.

Suzy is one of my favorite K-Idol. She is incredibly pretty (without any plastic surgery I would say, haters gonna hate XD) and we are about on the same age, so... I wonder how hard she works to get on where ever she is now. She must be so tough and strong-willed girl. And recently I watched her latest Drama: 함부로 애틋하게 (Uncontrollably Fond) with Kim Woobin. And this song is one of the OST of that drama. Here's the meaning of the song. (p.s I don't translate it, someone did it for me. I got it from here).

When it’s good, I could only see pretty eyes
Sometimes, I couldn’t even see your eyes
The scent that you burned is so close
When it’s good....
But suddenly
That scent started getting farther away
You only showed me your side
I could only see your eyes reflected on the window...
Even when you came back
When your eyes shone on me again
It wasn’t like before
It was different from before
But I knew that better than anyone else...
Love,
When you’re busy in love alone
Then I should leave
I knew about your heart
Because it’s been long since it went a different direction...
If you come back
If you come back to me
Even if it’s not like before
Even if it’s different, I don’t care
Please come back...
Honestly, I’ve never been in love
I want to believe that
But I can’t believe it
But I can’t believe it
If you come back
If you come back to me
Even if it’s not like before
Even if it’s different, I don’t care
Please come back
 Ever since I heard and read the meaning of this song I love it, even when I'm not watched the drama yet. I was thinking a same thing with this song. I was thinking, maybe.. just maybe... if my father is not dead yet, and he comes back home. Would he be the same as before? Could we have a same condition as before?

Maybe some things will be getting worse or maybe they won't. But I asked my heart, do you really want him back? And the answer is yes.

I really really want to see him again. I don't care if he is different than before. I don't care. Please come back to see me even only on my dreams. 제발 돌아와.

Just like this song...

If you come back
If you come back to me
Even if it’s not like before
Even if it’s different, I don’t care
Please come back
 

Apa Kakak Harus Selalu Mengalah?



Mengapa harus aku yang mengalah?
Tak pernahkah kau berpikir,
Sedikit tentang hatiku?


Today's random thoughts theme song. Menurut kalian, kakak harus selalu ngalah nggak sih guys? Karena selama gue hidup, gue selalu diajarkan untuk mengalah ke adik-adik gue. A little note buat kalian yang belum tau, I have 1 (not so) little brother and 1 (not so) little sister.

Tapi semakin gede ini, gue bukannya makin ngerasa mengalah adalah cara yang tepat. Apa lagi untuk masalah-masalah antar saudara di rumah (psikolog nyebutnya Sibling Rivalry).

Keresahan gue ini makin parah ketika gue sengaja denger nyokap ngbrol sama tante gue di depan rumah (gue barusan pulang dari kampus nih, naik motor). This was their conversation that time:
Kata tante gue "Aduh kasihan, Tata (my childhood name). Kemana kemana harus naik motor, panas kepanasan, hujan kehujanan."

Gue cuman senyum aja. Gue mah legowo kalo kata orang Jawa. Adanya motor ya udah naik motor. Mau naik mobil? Kerja dulu beli mobil. Jangan cuman minta-minta orang tua. Itu perinsip gue. Terus tante lanjut ngomong lagi nih, katanya "Aku jadi inget Kiki (anaknya yang paling gede), dia kemana-mana juga naik motor. Kalo tante suruh naik mobil nggak mau. Katanya nggak usah mau pergi deket doang, sebentar doang."

Gue nggak tanggepin tuh omongan si tante. Gue selesai markir motor, terus nyokap gue jawab "Ya begitu itu cik (panggilan ke kaka perempuan, and yes I'm Chinese btw), anak pertama tuh ya memang begitu... memang selalu dikalahkan." Dalem pikiran gue nih: Iya betul itu. Anak pertama tuh emang legowo, nggak neko-neko.... Eh wait, what the heck?!

Sejak itu keresahan gue bertambah satu lagi. Dari yg awalnya cuman ada satu poin:
Q1. Apa kakak harus selalu mengalah?

Tambah lagi satu poin:
Q2. Apa orang tua gue (khususnya nyokap) sengaja mengalahkan kebutuhan/kepentingan gue sebagai anak pertama?

I've done a research about Q1. I read some psychology books and turn out: Kakak nggak harus selalu mengalah (menurut Christine Wibhowo, S.Psi., M.Si, staf pengajar Fakultas Psikologi UNIKA Soegijapranata, penulis buku parenting, pembicara seminar tentang pernikahan dan parenting serta pengisi acara BUNDA di Rhema Radio; juga menurut J. I. C. M. Drost SJ di bukunya Perilaku Anak Usia Dini: Kasus dan Pemecahannya tahun 2003).

Coba kalau jaman dulu, akses ke ilmu pengetahuan semudah ini. Mungkin sekarang orang tua sudah pada pinter-pinter parenting nya. Mungkin nyokap gue nggak sekolot ini mendidik gue dan adik-adik gue. She used the easiest way to solve problems: forget it.

For me, it's not solving. It's stacking it up on the deepest corner of our pure heart (as a child, our heart is pure like a white paper). And sometime, somehow it would collapse dan semua luka lama yang nggak terselesaikan terbuka kembali. Meanwhile beberapa psikologi setuju bahwa masalah sekecil apapun itu harus diselesaikan secara tuntas di dalam sebuah hubungan apalagi hubungan keluarga.

For Q2, jujur sejak adik gue lahir ke dunia (umur gue 6th waktu itu), gue merasa sejak detik itu, gue udah nggak pernah diberi perhatian lagi. They just give me food, and clothes, and house. And I have to deal all my problems alone since then.

Hey, I was teenagers to be. My life is totally suck back then, plus I have no parent to even there to just talk to me. Imagine how hard my life was for 10 years old girl, trying to fit in. Too old to be kid, but too young to be teen?

Not to mention the school tasks thingie. I HAVE TO DO THAT ALONE. I mean totally alone. Beli alat bahan sendiri, bikin sendiri, ide sendiri (we don't have Internet back then, so google don't help much).

Lah sekarang adik-adik gue, boro-boro beli alat bahan sendiri, cari ide sendiri aja sering nggak mampu (And now Google is there to help, thank Google). Gue selalu bantuin. Don't get me wrong. Bukanya gue nggak mau ya, gue mau. Gue nggak mau mereka berjuang sendiri kaya gue. (Gue sampe stress sekolah waktu itu, selalu mules-mules dan sering pusing padahal nggak sakit sama sekali. Belakangan setelah baca-baca buku psikologi buat skripsi, gue baru tau, itu gejala stress anak)

Dan gue inget banget, tiap kali ada orang yang bilang: "pinter ya cicik sudah bisa semua sendiri, mandiri banget." Terus tanya ke nyokap, "Cicik sudah nggak sering rewel cari perhatian ma?"
You know what my mom said? She said "No, she had plenty attention these 6 years, and now her brother need it more."

Fck, she said I had plenty attention. Hey, I read psychology books and even adult needs attention from other. Meski nggak se intens sewaktu balita. That's why we make friends and partnership. We interact with others. Lah gue pas umur 6-12 tahun, mau dapet perhatian dari siapa? Sahabat? Anak SD men, sahabatan paling apa sih. Sekedar ngobrol bareng pas jam istirahat. Belum punya HP belum bisa dapet jaringan Internet. Pacar? Gila apa anak bau kencur pacaran.

Ok this leads to another topics. Another thoughts related to this: mungkin gue sempet jadi cewe player (I was totally jerk back then, I will tell you later) karena gue cari perhatian sebanyak banyaknya. Perhatian yang nggak pernah gue dapet dari orang tua gue. Remind me to talk about this in another post.

Balik lagi ke topik awal. Menurut kalian, nyokap gue sengaja nggak sih ngalahin gue?

My night thoughts going wild. I'm thinking about BBS (Baby Blouse Syndrome). Just read it recently on my Facebook timeline. One of my friend shared a post of a woman, she said se had BBS and almost kill her baby. I want to talk much about this topic but maybe on another post...

And I just remembered, nyokap pernah hampir bunuh gue pas gue bayi. Hampir. Gue mau dibanting ke lantai waktu itu. Gue diceritain nyokap sendiri. Shit, I'm getting goosebumps! Don't you think... for a moment... maybe... just maybe... nyokap gue sebenernya nggak mengharapkan kelahiran gue? Dan sedangkan adik gue yang pertama, ditunggu tunggu. Nyokap memang sudah berencana punya anak lagi, dan jadilah adik gue. Sedangkan gue itu anak hasil malam pertama nyokap-bokap setelah merid. Mereka nggak nyangka sama sekali gue bakal hadir secepet itu...

And mungkin, mungkin aja, BBS itu kebawa sampe sekarang. Mempengaruhi keputusannya yang jarang sekal adil buat gue dan adik-adik gue. Dan yang pasti gue yang harus selalu ngalah.

This getting worse.. I need to stop thinking now. The devil inside me enjoying this, and I have to stop. Gotta hibernate my brain for some sleep. Hope getting a good dream tonight. Goodnight XOXO

Saturday, October 8, 2016

A Man that I don't Know

I dreamed about you last night.

It started with on a beach. Gue lagi main-main di pantai wearing... emmm... bikini. Tapi bukan pantai yang berpasir putih.. Di pinggir laut, los los kios pasar ikan (mungkin) langsung disambung dengan dek-dek kayu basah lapuk yang menjorok ke laut...

Gue lagi main di pinggir dek, sambil buangin baju dalem gue. Err... ini emang aneh banet guys, gue di pinggir pasar ikan, pake bikini, dan buangin baju dalem gue (bra). Disana banyak orang. Tp nggak ada seorangpun yang gue kenal, mereka juga kaya nggak merhatiin gue juga.

Setelah selesai buang semua bra gue, tiba-tiba muncul dari dalem pasar, seseorang bapak-bapak yang sepertinya gue kenal cuman gue nggak inget siapa. Yang pasti gue kenal sama doi. He smiled and weaved his hand towards me. Dibelakangnya, muncul 2 orang lagi yg familiar. 2 orang inu gue tau: tante dan om gue.

Mereka bertiga nyamperin gue dan ngajak gue buat balik ke rumah, semua orang ternyata udah nyari gue kemana-mana. Tapi gue nolak guys. Entah kenapa rasanya gue belum pingin balik. Gue jalan ke tengah laut, sambil lihatin matahari tenggelam. Mereka bertiga diskusi agak jauh, suara ombak bikin suara mereka nggak kedengeran.

Setelah beberapa saat, gue lihat bra bra gue ngapung-ngapung di air laut di sekitar kaki-kaki penyangga dek. Tiba-tiba gue sadar kenapa gue buangin bra gue, akhirnya gue ambilin lagi satu-satu pake ranting kayu yg entah gue dapet dari mana.

Sambil berusaha ambil semua bra gue sebelum hanyut makin jauh, tante gue nyamperin gue yg lagi. Akhirnya dia bilang gue boleh pulang nanti, tapi besok pagi gue harus sudah ada di rumah, tante dan om gue nggak bisa nemenin gue lebih lama lagi, mereka harus balik sekarang. Tapi gue bakal di temenin bapak yang satu lagi. Yang gue harusnya kenal tapi gue lupa siapa.

Terus latar berubah..

Gue ada di kamar dirumah gue guys dan gue tau ini udah hampir pagi. Gue ngerasa ada orang di sebelah gue, cowok. Oke ini memang kedengeran kaya mimpi ngeres, tapi trust me it isn't. Just keep reading...

Posisinya gue tidur di pinggir ranjang, ngadep jalan. Si bapak ini tidur di belakang gue dan entah kenapa gue tau doi ngadep arah yg sama kaya gue. Gue cari tangannya gue tarik biar dia tidur lebih deket ke gue. I feel I want to be in his side a little longer. I know dawn is coming and he need to go in minutes... and somehow I don't want to that happened.

Doi ngerespon. And sepertinya doi nggak tidur. Dia geser posisinya makin dekat ke arah gue. Doi peluk gue dari belakang, he's not really talking but I know what he meant. He said inside my mind: "okay okay, I will stay a little longer. Back to sleep again, darling."

Terus gue ketiduran lagi...

Pas bangun gue juga beneran bangun, gue nangis. Setelah itu gue baru sadar bapak-bapak tadi itu bokap gue. He passed away like 6 years ago... was he visited me last night? I wish.. I really wish... I miss him sooo much.